Sebelumnya, orang tidak pernah mengenal Baghdad, Kota 1001 Malam.
Tetapi, setelah Abu Ja’far al-Manshur menjadi khalifah, dan memutuskan
untuk menjadikan Baghdad sebagai ibukota Khilafah ‘Abbasiyyah, maka
Baghdad pun berubah. Tahun 157 H, Abu Ja’far al-Manshur membangun
istananya di sini. Inspirasi itu datang dari Aban bin Shadaqah dan
ar-Rabi’, bekas budak al-Manshur.
Pada tahun yang sama, al-Manshur memindahkan pasar yang berdekatan dengan Dar al-Imarah, ke Bab al-Karakh.
Tahun yang sama, al-Manshur mengeluarkan instruksi untuk melakukan
pelebaran jalan-jalan. Kemudian menginstruksikan pembangunan jembatan di
Bab as-Sya’ir. Pada tahun yang sama, al-Manshur
mendemonstrasikan pasukannya dengan seragam dan persenjataannya,
termasuk al-Manshur sendiri. Itu dilakukan di Dajlah.
Hanya dalam satu tahun, yaitu dari tahun 157-158 H, pembangunan istana tersebut berhasil dirampungkan. Istana itu diberi nama al-Khuld (keabadian). Selain istana al-Khuld, Baghdad sebagai ibukota negara Khilafah juga dibangun oleh al-Manshur. Baghdad ini kemudian diberi julukan, Madinatu as-Salam (Kota Kedamaian). Selain itu, dia juga membangun kota lain, yaitu ar-Rafiqah.
Agenda rutin Khalifah al-Manshur adalah, setiap pagi dia melakukan
amar makruf dan nahi munkar, mengurus urusan wilayah, mengganti pejabat
yang perlu diganti, serta mengkaji dan memperhatikan kemaslahatan
publik. Setelah shalat Dzuhur, dia masuk rumah, istirahat hingga Ashar.
Setelah shalat Ashar, dia duduk bersama keluarganya, kemudian mengkaji
dan memperhatikan urusan keluarganya. Setelah shalat Isya’, dia
mempelajari berbagai catatan dan surat yang datang dari berbagai penjuru
dunia. Dia duduk bersama pembantunya hingga sepertiga malam. Kemudian
menemui keluarganya, tidur di tempat tidurnya hingga sepertiga malam
terakhir, lalu bangun mengambil wudhu’, shalat hingga fajar Subuh. Dia
pun keluar, dan shalat bersama masyarakat, kemudian masuk dan duduk di
singgasananya.
Begitulah kebiasaan al-Manshur. Namun, dia tidak lama tinggal di
istana yang dibangunnya. Hanya beberapa hari mendiami istananya,
al-Manshur berangkat menunaikan haji dengan membawa hadyu (sembelihan).
Al-Manshur sendiri selama hidupnya sempat menunaikan ibadah haji
beberapa kali. Tahun 140 H, 144 H, 147 H, 152 H, dan 158 H. Saat hendak
menunaikan haji yang terakhir, ketika beberapa marhalah
melintasi Kufah, dia terserang penyakit yang mengantarkan pada
kematiannya. Karena cuaca panas, kondisinya semakin memburuk. Dia masih
sanggup melanjutkan perjalanan untuk ibadah haji, meski dalam kondisi
sakit, hingga memasuki Kota Mekkah.
Allah kemudian mentakdirkannya wafat di Mekkah, tepat malam Sabtu, 6
Dzulhijjah. Dishalatkan di sana, dan dimakamkan di Ma’la, yang terletak
di atas Mekkah. Umurnya saat itu 73 tahun, ada yang mengatakan 74, ada
yang mengatakan 76 tahun. Bahkan ada yang mengatakan, usianya saat itu
telah memasuki 78 tahun. Wallahu a’lam.
Namun, wafatnya al-Manshur ini dirahasiakan oleh sekretarisnya, yang
tak lain adalah bekas budaknya, ar-Rabi’, hingga al-Mahdi dibaiat oleh
para panglima tentara dan pemuka Bani Hasyim, baru kemudian dia
dimakamkan. Yang memimpin shalat jenazah untuknya adalah Ibrahim bin
Yahya bin Muhammad bin ‘Ali. Dialah yang juga memimpin jamaah haji pada
tahun itu. [Ibn Katsir, al-Bidayah wa an-Nihayah, hal. 1517-1521] HAR
6 Jan 2015
Kebijakan Khalifah Abu Ja’far Al Manshur
Posted on 03:15 by Unknown
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment