4 Jan 2015

TEGAKNYA KHILAFAH ADALAH JANJI ALLAH

Oleh : Syamsuddin Ramadhan
 
  Di antara janji Allah swt yang diberikan kepada umat Islam adalah istikhlaf fi al-ardl.   Istikhlaf fi al-ardl  bermakna menjadi penguasa atau pengatur urusan manusia (khalifah atau imam) di seluruh dunia.   Istikhlaf tidak memiliki makna lain selain makna penganugerahan kekuasaan dan tugas pengaturan urusan manusia di seluruh dunia.Janji yang agung ini difirmankan Allah di dalam surat An Nuur (24) ayat ke 55.  Allah swt berfirman;
 
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahkuKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku; dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, mereka itulah orang-orang yang fasik".[TQS An Nuur (24):55]
 
          Di dalam kitab Manaahil al-'Irfaan, juz 2/271, Imam al-Zarqaaniy menjelaskan sebab turun ayat di atas sebagai berikut, "Sebab turunnya surat An Nuur (24) ayat ke 55 ini ditunjukkan oleh sebuah riwayat yang dishahihkan oleh Imam al-Hakim dari Ubaiy bin Ka'ab ra, bahwasanya ia berkata, "Ketika Rasulullah saw dan para shahabatnya sampai di Madinah dan orang-orang Anshor memberikan perlindungan kepada mereka, maka orang-orang Arab bersatu padu memerangi mereka.  Hingga akhirnya, para shahabat dan Nabi saw tidak pernah melewati malamnya kecuali dengan perang, dan mereka senantiasa bangun di waktu pagi dalam keadaan perang.  Para shahabat pun berkata, "Tahukah kalian, kapan kita bisa melewati malam-malam kita dengan aman dan tentram, dan kita tidak pernah lagi takut, kecuali hanya takut kepada Allah swt? Lalu, turunlah firman Allah swt surat An Nuur (24):55.  Imam Ibnu Abi Hatim juga menuturkan dari al-Bara', bahwasanya ia berkata, "Ayat ini turun di saat kami berada dalam ketakutan yang luar biasa.  Demikianlah keadaan para shahabat pada saat itu, walaupun  Allah swt telah berjanji kepada mereka, namun Dia tidak menyegerakan terwujudnya janji Ilahiy itu, meskipun keadaan (ketakutan) mereka benar-benar telah diluar keadaan yang normal.  Hingga akhirnya, Daulah Islamiyyah di Madinah berhasil menunjukki mereka, dan Allah mengangkat mereka sebagai Khalifah yang menguasai seluruh penjuru dunia,; dan Allah mewariskan kepada mereka negeri kerajaan Kisra, Romawiy.  Tidak hanya itu saja, Allah menguatkan agama yang telah diridloiNya untuk mereka, dan mengubah ketakutan mereka menjadi rasa aman".[1]
 
          Imam AL-Baidlawiy di dalam Tafsir al-Baidlawiy menyatakan, "Frase ""Sesungguhnya Allah swt telah berjanji kepada orang-orang beriman diantara kamu, dan orang-orang yang beramal sholeh", adalah seruan (perintah/khithab) kepada Rasulullah saw dan umatnya, baik generasi awal maupun umat yang senantiasa bersama beliau saw.  Huruf min di sini berfungsi untuk menjelaskan (lil bayaan). "Layastakhlifannahum" artinya adalah, "menjadikan mereka para khalifah pengatur bumi yang akan mengatur semua kekuasaan di dalam kekuasaan mereka"...Seperti halnya Allah telah menjadi orang-orang sebelum mereka sebagai penguasa; yakni Bani Israil yang berkuasa atas Mesir dan Syam setelah runtuhnya kekuasaan al-Jabaabirah".[2]
 
          Imam Qurthubiy menyatakan, maksud dari frase "wa 'ada al-Allahu al-ladziina aamanuu minkum wa 'amiluu al-shaalihaat layastakhlifannahum fi al-ardl" adalah "Allah akan menjadikan diantara mereka para khalifah (penguasa); dan para shahabat bersepakat untuk mengangkat Abu Bakar ra setelah terjadi diskusi antara kaum Muhajirin dan Anshor di Saqifah bani Sa'idah…"[3]
 
           Di dalam Tafsir Qurthubiy juga disebutkan, bahwasanya Ibnu 'Athiyah menyatakan, "Ayat ini merupakan janji Allah atas seluruh umat Islam tentang (kekuasaan) supremasi Islam atas seluruh penjuru dunia; seperti sabda Nabi saw, "Bumi telah dikumpulkan untukku, hingga aku menyaksikan timur dan baratnya.  Dan sungguh ummatku akan menguasai bumi yang telah dikumpulkan untukku".   Ibnu 'Athiyyah berkata, "Ayat ini merupakan janji kekuasaan atas seluruh kaum MuslimYang dimaksud dengan "istikhlaafuhum" adalah menjadikan mereka menguasai bumi dan menjadi penguasanya; seperti yang terjadi di Syam, Iraq, Khurasan, dan Maghrib".  Ibnu 'Arabiy berkata, "Ayat ini merupakan janji umum dalam masalah nubuwwah, khilafah, tegaknya dakwah, dan berlakunya syariah secara umum."[4]
 
          Imam Thabariy di dalam tafsirnya menyatakan; makna frase "layastakhlifannahum fi al-ardl", adalah sesungguhnya Allah akan mewariskan bumi kaum Musyrik, baik dari kalangan Arab dan non Arab kepada mereka (umat Islam), dan menjadikan mereka sebagai penguasanya dan mengatur urusan mereka; sebagaimana Allah telah mengangkat sebagai penguasa orang-orang sebelum mereka;  seperti yang dilakukan oleh Allah pada Bani Israil.  Sebab, mereka (Bani Israil) berhasil mengalahkan rejim Jababirah di Syam dan menjadikan mereka sebagai penguasa daerah itu, sekaligus sebagai penduduknya."[5]
 
          Ali al-Shabuniy di dalam Shafwat al-Tafaasiir, menafsirkan ayat di atas sebagai berikut, " Makna frase "layastakhlifannahum fi al-ardl kamastakhlafa al-ladziina min qablihim" adalah, Allah swt berjanji akan mewariskan bumi ini kepada mereka (umat Islam), dan menjadikan mereka sebagai khalifah yang akan mengatur muka bumi ini dalam kekuasaan mereka; sebagaimana Allah swt telah mengangkat kaum Mukmin sebelumnya sebagai penguasa, dan menguasai negeri-negeri kaum kafir."[6]   
 
          Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyatakan, "Tatkala masih berada di Mekah, hampir 10 tahun lamanya, Nabi saw dan para shahabatnya menyembah dan beribadah kepada Allah swt secara sembunyi-sembunyi.  Mereka dalam keadaan penuh ketakutan, namun belum diperintahkan berperang.  Hingga akhirnya, Allah memerintahkan mereka berperang setelah mereka berhijrah ke Madinah, dan tiba di sana. Sejak saat itu, mereka hidup dalam ketakutan.  Mereka berjalan dan bangun tidur dengan menyandang senjata; dan siapa berperang dengan senjata-senjata mereka jika Allah swt telah berkehendak.  Dalam keadaan seperti itu, ada seorang shahabat bertanya kepada Nabi saw, "Ya Rasulullah, sepanjang waktu kami terus berada dalam ketakutan; lantas, kapan kami bisa merasakan keamanan, dan bisa meletakkan senjata kami?  Rasulullah saw menjawab, "Sesungguhnya, tidak akan pernah kalian bersabar, kecuali kalian akan mendapatkan kemudahan; hingga seorang laki-laki diantara kalian di kepung oleh pasukan yang besar dalam keadaan kaki terikat, dan tidak ada satupun pelindung".  Lalu, turunlah ayat ini.  Tak lama kemudian, Allah swt memenangkan Nabinya atas seluruh jazirah Arab, sehingga para shahabat hidup aman, dan bisa meletakkan senjata mereka.  Setelah itu, Allah swt mewafatkan Nabinya, dan mereka tetap berada dalam keadaan aman sentausa di bawah kepemimpinan Abu Bakar, Umar, dan 'Utsman...."[7]
 
          Imam Syaukaniy, di dalam Fath al-Qadiir mengatakan, "Allah swt akan menjadikan mereka sebagai khalifah atas muka bumi, yang akan mengatur semua kekuasaan di bawah kekuasaan mereka".[8]
 
          Di dalam Kitab Zaad al-Masiir dinyatakan, "Frase "layastakhlifannahum fi al-ardl", maknanya adalah Allah mewariskan bumi Arab maupun non Arab untuk mereka, sekaligus menjadikan mereka sebagai penguasa, pengatur, sekaligus sebagai penduduknya".[9]
 
          Semua ini menunjukkan, bahwa Khilafah al-Islamiyyah merupakan janji Allah yang paling agung bagi kaum Mukmin. Pasalnya, dengan tegaknya kekuasaan Islam ini (Khilafah al-Islamiyyah), agama Allah swt bisa ditegakkan secara sempurna, dan keamanan kaum Muslim bisa diwujudkan secara nyata.
Janji Kekhilafahan Dalam Sunnah
          Di dalam hadits-hadits shahih, Nabi Mohammad saw telah mengabarkan kabar gembira (bisyarah) kepada kaum Muslim tentang kekuasaan umat Islam yang mencakup seluruh muka bumi.  Imam Muslim menuturkan sebuah hadits dari Tsauban, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
ِنَّ اللَّهَ زَوَى لِي الْأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا...“ (أخرجه الامام مسلم, صحيح مسلم 4:2215 , الترمذي, سنن الترمذي 4:472 ,ابو داود,سنن ابو داود,4:97)
”Sesungguhnya Allah swt telah mengumpulkan (dan menyerahkan) bumi kepadaku, sehingga aku bisa menyaksikan timur dan baratnya.  Sesungguhnya umatku, kekuasaannya akan mencapai apa yang telah dikumpulkan dan diserahkan kepadaku”.[HR. Imam Muslim, Tirmidziy, dan Abu Dawud]
          Al-Hafidz al-Khaathabiy berkata:
.. وَمَعْنَاهُ أَنَّ الْأَرْضَ زُوِيَتْ لِي جُمْلَتُهَا مَرَّةً وَاحِدَةً فَرَأَيْت مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا , ثم هي تفتح لأمتي جزأ فجزأ حتى يصل ملك أمتي إلى كل أجزائها... (العلامة الشيخ محمد عبد الرحمن المباركفوري, تحفة الاحوذي بشرح سنن الترمذي,4:468)
”..Maknanya adalah, sesungguhnya bumi telah dikumpulkan dan diserahkan kepadaku seluruhnya secara serentak, sehingga aku bisa menyaksikan timur dan baratnya.  Kemudian, bumi akan ditaklukkan untuk ummatku bagian demi bagian, hingga kekuasaan umatku meliputi seluruh bagian muka bumi”..[Imam al-Mubarakfuriy, Tuhfat al-Ahwadziy bi Syarh Sunan al-Tirmidziy, juz 4/468]
          Imam An Nawawiy Asy Syafi’iy ra, menyatakan:
..فيه إشارة إلى أن ملك هذه الأمة يكون معظم امتداده في جهتي المشرق والمغرب وهكذا وقع وأما في جهتي الجنوب والشمال فقليل بالنسبة إلى المشرق والمغرب انتهى (العلامة الشيخ محمد شمس الحق العظيم, عون المعبود بشرح سنن ابو داود, 9:292)
”Di dalam hadits ini ada isyarat bahwasanya kekuasaan umat ini akan membentang (membesar) pada arah timur dan barat, dan inilah yang telah terjadi.  Adapun pada arah selatan dan utara, maka itu lebih kecil jika dinisbahkan kepada timur dan barat. Selesai.”[Imam Syams al-Haqq al-’Adziim, ’Aun al-Ma’buud bi Syarh Sunan Abu Dawud, juz 9/292]
 
          Imam Ahmad menuturkan sebuah riwayat yang berbicara tentang akan tegaknya Kekhilafahan ’Ala Minhaj an-Nubuwwah, sebagai berikut:
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ حَدَّثَنِي دَاوُدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْوَاسِطِيُّ حَدَّثَنِي حَبِيبُ بْنُ سَالِمٍ عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ كُنَّا قُعُودًا فِي الْمَسْجِدِ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ بَشِيرٌ رَجُلًا يَكُفُّ حَدِيثَهُ فَجَاءَ أَبُو ثَعْلَبَةَ الْخُشَنِيُّ فَقَالَ يَا بَشِيرُ بْنَ سَعْدٍ أَتَحْفَظُ حَدِيثَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْأُمَرَاءِ فَقَالَ حُذَيْفَةُ أَنَا أَحْفَظُ خُطْبَتَهُ فَجَلَسَ أَبُو ثَعْلَبَةَ فَقَالَ حُذَيْفَةُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ (رَوَاهُ اَحْمَدُ)
Imam Ahmad berkata, "Sulaiman bin Dawud al-Thayaalisiy telah meriwayatkan sebuah hadits kepada kami; di mana ia berkata, "Dawud bin Ibrahim al-Wasithiy telah menuturkan hadits kepadaku (Sulaiman bin Dawud al-Thayalisiy).  Dan Dawud bin Ibrahim berkata, "Habib bin Salim telah meriwayatkan sebuah hadits dari Nu'man bin Basyir; dimana ia berkata, "Kami sedang duduk di dalam Masjid bersama Nabi saw, --Basyir sendiri adalah seorang laki-laki yang suka mengumpulkan hadits Nabi saw.  Lalu, datanglah Abu Tsa'labah al-Khusyaniy  seraya berkata, "Wahai Basyir bin Sa'ad, apakah kamu hafal hadits Nabi saw yang berbicara tentang para pemimpin? Hudzaifah menjawab, "Saya hafal khuthbah Nabi saw." Hudzaifah berkata, "Nabi saw bersabda, "Akan datang kepada kalian masa kenabian, dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Kemudian, Allah akan menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya.  Setelah itu, akan datang masa Kekhilafahan 'ala Minhaaj al-Nubuwwah; dan atas kehendak Allah masa itu akan datang.  Lalu, Allah menghapusnya jika Ia berkehendak menghapusnya.  Setelah itu, akan datang kepada kalian, masa raja menggigit (raja yang dzalim), dan atas kehendak Allah masa itu akan datang.  Lalu, Allah menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya.  Setelah itu, akan datang masa raja dictator (pemaksa); dan atas kehendak Allah masa itu akan datang; lalu Allah akan menghapusnya jika berkehendak menghapusnya.  Kemudian, datanglah masa Khilafah 'ala Minhaaj al-Nubuwwah (Khilafah yang berjalan di atas kenabian).  Setelah itu, beliau diam".[HR. Imam Ahmad]
 
          Imam Ahmad juga menuturkan sebuah hadits dari Tamim al-Daariy bahwasanya beliau mendengar Rasulullah saw bersabda:
         
”لَيَبْلُغَنَّ هَذَا الْأَمْرُ مَا بَلَغَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَلَا يَتْرُكُ اللَّهُ بَيْتَ مَدَرٍ وَلَا وَبَرٍ إِلَّا أَدْخَلَهُ اللَّهُ هَذَا الدِّينَ بِعِزِّ عَزِيزٍ أَوْ بِذُلِّ ذَلِيلٍ عِزًّا يُعِزُّ اللَّهُ بِهِ الْإِسْلَامَ وَذُلًّا يُذِلُّ اللَّهُ بِهِ الْكُفْرَ“  وَكَانَ تَمِيمٌ الدَّارِيُّ يَقُولُ قَدْ عَرَفْتُ ذَلِكَ فِي أَهْلِ بَيْتِي لَقَدْ أَصَابَ مَنْ أَسْلَمَ مِنْهُمْ الْخَيْرُ وَالشَّرَفُ وَالْعِزُّ وَلَقَدْ أَصَابَ مَنْ كَانَ مِنْهُمْ كَافِرًا الذُّلُّ وَالصَّغَارُ وَالْجِزْيَةُ (اخرجه الامام احمد, المسند, 34:308).
“Urusan (agama) ini akan mencapai apa yang malam dan siang mencapainya.  Dan Allah swt tidak membiarkan Bait al-Madar dan Bait al-Wabar, kecuali Allah akan memasukkannya ke dalam agama ini, dengan kemuliaan, atau dengan kehinaan.  Kemuliaan, yang Allah akan memulyakannya dengan Islam, dan kehinaan, yang Allah akan menghinakannya dengan kekufuran”.  Tamim al-Daariy berkata, “Saya melihat itu pada penduduk negeriku.  Sungguh, sebagian orang yang masuk Islam mendapatkan kebaikan, kehormatan, dan kemulyaan. Sedangkan sebagian orang yang kafir, mereka mendapatkan kehinaan, kekerdilan, dan wajib membayar jizyah”.[HR. Imam Ahmad, dalam Musnah Imam Ahmad, juz 34/308]
          Imam Ath Thahawiy berkata:
أنه قد يحتمل أن يكون المراد في حديث تميم عموم الأرض كلها ، حتى لا يبقى بيت إلا دخله ، إما بالعز الذي ذكره ، أو بالذل الذي ذكره في هذا الحديث... ((مشكل الاثر, 13:389
“Sesungguhnya hadits Tamim al-Daariy ini harus dibawa ke arah makna “umumnya muka bumi keseluruhannya, hingga tidak ada suatu negeri kecuali masuk dalam kekuasaan Islam, baik dengan kemulyaan sebagaimana yang beliau ceritakan, atau dengan kehinaan sebagaimana yang beliau tuturkan dalam hadits ini”.[Musykil al-Atsar, juz 13/389]
 
          Hadits ini didukung sekitar delapan hadits lain, dengan makna yang sama. Seperti masuknya Islam ke setiap rumah, al-waraq al-mu’allaq, turunnya Khilafah di al-Quds, dan lain sebagainya.
          Adapun makna hadits kembalinya Khilafah ‘ala Minhaj Nubuwwah ini diriwayatkan oleh 25 sahabat, yang kemudian diriwayatkan oleh 39 tabiin, kemudian diriwayatkan oleh 62 tabiit tabiin.

[1] Imam al-Zarqaaniy, Manaahil al-'Irfaan, juz 12, hal. 271
[2] Imam al-Baidlawiy, Tafsir al-Baidlawiy, juz 4, hal.197
[3] Imam Qurthubiy, Tafsir al-Qurthubiy, juz 1, hal. 264
[4] Imam Qurthubiy, Tafsir al-Qurthubiy, juz 12, hal. 299-202
[5] Imam al-Thabariy, Tafsir al-Thabariy, juz 15, hal. 158-160
[6]  Ali al-Shabuniy, Shafwat al-Tafaasiir, juz 2, hal.347
[7]  Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsiir, juz 3, hal.302
[8]  Imam Syaukaniy, Fath al-Qadiir, juz 4, hal. 47
[9]  'Abdurrahman bin Ali bin Mohammad al-Jauziy,  Zaad al-Masiir, juz 6, hal. 58
 

0 comments:

Post a Comment