6 Jan 2015

Georg Wilhelm Friedrich Hegel

Georg Wilhelm Friedrich Hegel (lahir 27 Agustus 1770 – meninggal 14 November 1831 pada umur 61 tahun) adalah seorang filsuf idealis Jerman yang lahir di Stuttgart, Württemberg, kini di Jerman barat daya. Pengaruhnya sangat luas terhadap para penulis dari berbagai posisi, termasuk para pengagumnya (F. H. Bradley, Sartre, Hans Küng, Bruno Bauer, Max Stirner, Karl Marx), dan mereka yang menentangnya (Kierkegaard, Schopenhauer, Nietzsche, Heidegger, Schelling). Dapat dikatakan bahwa dialah yang pertama kali memperkenalkan dalam filsafat, gagasan bahwa Sejarah dan hal yang konkret adalah penting untuk bisa keluar dari lingkaran philosophia perennis, yakni, masalah-masalah abadi dalam filsafat. Ia juga menekankan pentingnya Yang Lain dalam proses pencapaian kesadaran diri (lihat dialektika tuan-hamba).

Kehidupan dan karya

Hegel dilahirkan di Stuttgart pada 27 Agustus 1770. Di masa kecilnya, ia lahap membaca literatur, surat kabar, esai filsafat, dan tulisan-tulisan tentang berbagai topik lainnya. Masa kanak-kanaknya yang rajin membaca sebagian disebabkan oleh ibunya yang luar biasa progresif yang aktif mengasuh perkembangan intelektual anak-anaknya. Keluarga Hegel adalah sebuah keluarga kelas menengah yang mapan di Stuttgart. Ayahnya seorang pegawai negeri dalam administrasi pemerintahan di Württemberg. Hegel adalah seorang anak yang sakit-sakitan dan hampir meninggal dunia karena cacar sebelum mencapai usia enam tahun. HUbungannya dengan kakak perempuannya, Christiane, sangat erat, dan tetap akrab sepanjang hidupnya.

Metode Dialektika

Hegel dikenal sebagai filsuf yang menggunakan dialektika sebagai metode berfilsafat. Dialektika menurut Hegel adalah dua hal yang dipertentangkan lalu didamaikan, atau biasa dikenal dengan tesis (pengiyaan), antitesis (pengingkaran)dan sintesis (kesatuan kontradiksi). Pengiyaan harus berupa konsep pengertian yang empris indrawi. Pengertian yang terkandung di dalamnya berasal dari kata-kata sehari-hari, spontan, bukan reflektif, sehingga terkesan abstrak, umum, statis, dan konseptual. Pengertian tersebut diterangkan secara radikal agar dalam proses pemikirannya kehilangan ketegasan dan mencair. Pengingkaran adalah konsep pengertian pertama (pengiyaan) dilawanartikan, sehingga muncul konsep pengertian kedua yang kosong, formal, tak tentu, dan tak terbatas. Menurut Hegel, dalam konsep kedua sesungguhnya tersimpan pengertian dari konsep yang pertama. Konsep pemikiran kedua ini juga diterangkan secara radikal agar kehilangan ketegasan dan mencair. Kontradiksi merupakan motor dialektika (jalan menuju kebenaran) maka kontradiksi harus mampu membuat konsep yang bertahan dan saling mengevaluasi. Kesatuan kontradiksi menjadi alat untuk melengkapi dua konsep pengertian yang saling berlawanan agar tercipta konsep baru yang lebih ideal.

Pokok-Pokok Pikiran (Filsafat) Hegel

Tema fisafat Hegel adalah Ide Mutlak. Oleh karena itu, semua pemikirannya tidak terlepas dari ide mutlak, baik berkenaan dari sistemnya, proses dialektiknya, maupun titik awal dan titik akhir kefilsafatannya. Oleh karena itu pulalah filsafatnya disebut filsafat idealis, suatu filsafat yang menetapkan wujud yang pertama adalah ide (jiwa).

a. Rasio, ide, dan roh

Hegel sangat mementingkan rasio, tentu saja karena ia seorang idealis. Yang dimaksud olehnya bukan saja rasio pada manusia perseorangan, tetapi rasio pada subjek absolut karena Hegel juga menerima prinsip idealistik bahwa realitas seluruhnya harus disetarafkan dengan suatu subjek. Dalil Hegel yang kemudian terkenal berbunyi: “ Semua yang real bersifat rasional dan semua yang rasional bersifat real.” Maksudnya, luasnya rasio sama dengan luasnya realitas. Realitas seluruhnya adalah proses pemikiran (idea, menurut istilah Hegel) yang memikirkan dirinya sendiri. Atau dengan perkataan lain, realitas seluruhnya adalah Roh yang lambat laun menjadi sadar akan dirinya. Dengan mementingkan rasio, Hegel sengaja beraksi terhadap kecenderungan intelektual ketika itu yang mencurigai rasio sambil mengutamakan perasaan.

Pusat fisafat Hegel ialah konsep Geist (roh,spirit), suatu istilah yang diilhami oleh agamanya. Istilah ini agak sulit dipahami. Roh dalam pandangan Hegel adalah sesuatu yang real, kongkret, kekuatan yang objektif, menjelma dalam berbagai bentuk sebagai world of spirit (dunia roh), yang menempatkan ke dalam objek-objek khusus. Di dalam kesadaran diri, roh itu merupakan esensi manusia dan juga esensi sejarah manusia.

Demi alam kembalilah idea atau roh kepada diri sendiri. Dalam fase ini, mula-mula roh itu merupakan roh subjektif, kemudian roh objektif, dan akhirnya roh mutlak.

Sebagai roh subjektif, roh itu mengenal dirinya dan merupakan tiga tingkatan: antropologi, fenomologi, dan psikologi. Dalam antropologi, kenalah roh itu akan dirinya dalam penjelmaan pada alam. Dalam fenomenologi, kenalah dia akan dirinya dalam perbedaannya dengan alam. Adapun pada psikologi, roh mengenal dirinya dalam kemerdekaan terhadap alam, mula-mula teoritis, kemudian praktis dan akhirnya merdekalah roh itu.

Maka meningkatlah kepada roh objektif. Roh objektif ini roh mutlak yang menjelma pada bentuk-bentuk kemasyarakatan manusia, hak dan hukum kesusilaan dan kebajikan. Dalam hak dan hukum terdapat penjelmaan roh merdeka itu pada hukum-hukum umum. Di samping itu adalah kesusilaan yang merupakan kebatinan. Pada sintesis keduanya itu terlahirlah kebajikan.

Sampailah sekarang kepada roh mutlak. Roh mutlak itu ialah idea yang mengenal dirinya dengan sempurna itu merupakan sintesis dari roh subjektif dan objektif. Tak ada lagi, pertentangan antara subjek dan objek antara berpikir dan ada.

Oleh karena roh mutlak ini sebenarnya gerak juga, maka dia menunjukkan perkembangan juga: seni (tesis), agama (antitesis) dan kemudian filsafat (sintesis). Seni itu memperlihatkan idea dalam pandangan indera terhadap dunia, objeknya masih di luar subjek. Adapun agama tidak lagi mempunyai subjek di luar objek, melainkan di dalamnya. Tetapi segala pengertian dan gambaran agama itu dianggap ada. Filsafat akhirnya merupakan sintesis dari seni dan agama merupakan paduan yang lebih tinggi. Di sinilah idea mengenal dirinya dengan sempurna. Dalam sejarah filsafat ternyata benar gerak idea itu, yaitu tesis, antitesis, dan akhirnya sintesis. Misalnya: Parmenides (tesis), Heraklitos (antitesis), dan Plato (sintesis).

b. Dialektika

Untuk menjelaskan filsafatnya, Hegel menggunakan dialektika sebagai metode. Yang dimaksud oleh Hegel dengan dialektika adalah mendamaikan, mengompromikan hal-hal yang berlawanan.

Proses dialektika selalu terdiri atas tiga fase. Fase pertama (tesis) dihadapi antitesis (fase kedua), dan akhirnya timbul fase ketiga (sintesis). Dalam sintesis itu, tesis dan antitesis menghilang. Dapat juga tidak menghilang, dia masih ada, tetapi sudah diangkat pada tingkat yang lebih tinggi. Proses ini berlangsung terus. Sintesis segera menjadi tesis baru, dihadapi oleh antitesis baru, dan menghasilkan sintesis baru lagi, dan seterusnya.

Tesis adalah pernyataan atau teori yang didukung oleh argumen yang dikemukakan, lalu antitesis adalah pengungkapan gagasan yang bertentangan. Sedangkan sintetis adalah paduan (campuran) berbagai pengertian atau hal sehingga merupakan kesatuan yang selaras.

Contoh tesis, antitesis, dan sintesis.

1. Yang “ada” (being) merupakan tesis kemudian berkontraksi dengan “tak ada” (not being) sebagai antitesis, kemudian menghasilkan menjadi (becoming) sebagai sintesis.

2. Dalam keluarga, suami-istri adalah dua makhluk berlainan yang dapat berupa tesis dan antitesis. Anak dapat merupakan sintesis yang mendamaikan tesis dan antitesis.

3. Mengenai bentuk Negara

Tesis : Negara diktator. Di Negara ini hidup kemasyarakatan diatur dengan baik, tetapi para warganya tidak mempunyai kebebasan apapun juga.

Antitesis : Negara anarki. Dalam Negara anarki para warganya mempunyai kebebasan tanpa batas, tetapi hidup kemasyarakatan menjadi kacau.

Sintesis : Negara konstitusional. Sintesis ini mendamaikan antara pemerintahan diktator dengan anarki menjadi demokrasi.

0 comments:

Post a Comment