Dunia Islam harus banyak berterima kasih kepada para manusia super yang
telah berjuang sekuat tenaga, jiwa dan raga, menegakkan dan
memperjuangkan satu-satunya agama yang diridhlai oleh Allah swt, yaitu
agama Islam. Yang dimaksud manusia super dalam hal ini adalah para
ulama, yang mereka tidak hanya memiliki intelektualitas tinggi namun
juga memiliki dedikasi yang luar biasa demi tegaknya agama Islam. Bentuk
dari rasa terima kasih tersebut dapat diekspresikan antara lain dengan
mengetahui, mengikuti dan meneruskan perjuangan mereka.
Salah satu ulama paling fenomenal yang tercatat dengan tinta emas dalam
sejarah Islam adalah Imam Ahmad bin Hanbal. Selain masyhur sebagai ahli
hadis, beliau juga menjadi panutan dalam masalah hukum, terbukti beliau
adalah salah satu dari empat Imam Madzhab yang sangat terkenal itu.
Dalam kesempatan ini, kita akan mencoba untuk mengenal sosok Imam Ahmad
bin Hanbal lebih dekat, dari mulai sejarah hidup sampai jejak-jejak
intelektualnya. Sebagai salah satu bentuk ekspresi penghargaan kita
kepada beliau.
Biografi dan Keluarga Imam Ahmad bin Hanbal
Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilâl bin Asad
bin Idrîs bin Abdullah bin Hayyân bin Abdullah bin Anas bin ‘Auf bin
Qâsith bin Mâzin bin Syaibân bin Dzuhl bin Tsa’labah bin ‘Ukâbah bin
Sha’b bin ‘Aly bin Bakr bin Wâ’il al-Dzuhly al-Syaibâny al-Marwazy
al-Baghdâdy.
Ayahnya, Muhammad, berasal dari pinggiran kota Marwa. Ia wafat pada usia
muda (kurang lebih 30 tahun). Setelah ayahnya wafat, Ahmad Bin Hanbal
kecil diasuh oleh ibunya. Ibunya sendiri bernama Shafiyah binti Maimunah
binti Abdul Malik al-Syaibai.
Tentang kelahirannya, putra beliau yang bernama Shâlih menceritakan
bahwa beliau dilahirkan pada bulan Rabi’ul Awwal tahun 164 H di kota
Baghdad. Konon beliau diboyong dari Marwa ke Baghdad oleh ibunya ketika
masih dalam kandungan.
Imam Ahmad menikah pada usia 40 tahun. Beliau menikah beberapa kali
karena para istri beliau meninggal dunia. Zuhayr bin Shâlih bin Ahmad,
cucu beliau, menceritakan kronologi kisah keluarga beliau dengan cukup
rinci. Ia mengatakan, “Kakekku menikah pertama kali dengan ‘Abâsah binti
Fadhl dari suku Arab. Dari hasil pernikahan tersebut, mereka hanya
mempunyai satu anak yaitu ayahku (Shâlih), kemudian istri beliau
meninggal dunia. Lalu beliau menikah lagi dengan Rayhânah, kemudian
lahirlah Abdullah, pamanku. Istri beliau yang kedua pun kemudian
meninggal dunia. Kemudian beliau menikah lagi dengan Husna dan
menghasilkan seorang anak yaitu Zaynab, kemudian lahirlah si Kembar
Hasan dan Husayn, namun keduanya meninggal tidak lama setelah
dilahirkan. Kemudian lahirlah Hasan, Muhammad, dan Sa’îd.”
Ciri-Ciri Fisik Imam Ahmad bin Hanbal
Imam Ahmad adalah seorang yang berbadan tinggi, berkulit sawo matang dan
sangat suka mengecat rambutnya. Abu Dawud mengisakan tentang ciri-ciri
fisik beliau. Ia mengatakan, “Saya mendengar ayah saya bercerita tentang
Imam Ahmad, beliau mengatakan bahwa Imam Ahmad adalah seorang yang elok
parasnya, berbadan tinggi. Ia sangat suka mengecat rambutnya dan ia
memiliki jenggot yang hitam.”
Ciri-ciri lain fisik beliau adalah pada kedua daun telinga Imam Ahmad
ada lubangnya (tindik). Shâlih putra beliau mengatakan, “Aku mendengar
ayahku bercerita bahwa ketika beliau kecil, ibunya melubangi kedua
telinganya dan meletakkan perhiasan pada kedua lubang tersebut. Ketika
beliau telah tumbuh dewasa, beliau menanggalkannya dan menjualnya
seharga 30 dirham.”
Ekspedisi Ilmiah Imam Ahmad bin Hanbal
Imam Ahmad bin Hanbal mendengarkan dan belajar hadis pertama kali saat
usianya menginjak 15 tahun, tepatnya di tahun 179 H. Ketika telah dewasa
beliau mengatakan sendiri bahwa beliau pertama kali belajar hadis pada
tahun wafatnya Imam Mâlik bin Anas dan Hammâd bin Zayd.
Imam Ahmad menuntut ilmu kepada banyak ulama besar di berbagai daerah
pada waktu itu. Kota-kota yang pernah beliau singgahi demi menuntut ilmu
antara lain adalah Baghdad, Kuffah, Bashrah, Makkah, Madinah, Yaman,
Syam (sekarang Syria) dan di sekitar jazirah Arab. Beliau bertolak dari
Baghdad ke Kuffah ketika berusia 20 tahun yaitu sekitar tahun 183 H,
sedangkan beliau menuju Makkah pada tahun 197 H.
Setiap kali beliau berkunjung ke kota-kota tersebut, beliau selalu
mencari ulama-ulama besar dan berbagi ilmu dengan mereka, baik sebagai
seorang murid, seorang guru, maupun teman berdiskusi. Para guru beliau
yang termasyhur antara lain, Husyaim bin Basyir, al-Khuzâ’iy, Yahya bin
Sa’îd al-Qatthân, Bisyr bin Mufaddhal, Abu Dawud al-Thayâlisy, Sufyan
bin ‘Uyaynah, Imam al-Syâfi’i, al-Zuhry, Abdul Razzâq, Abu al-Yamân dan
‘Aly bin ‘Ayyâsy. Bahkan para guru beliau yang tercatat dalam Musnad-nya mencapai 280 orang lebih.
Murid-murid beliau di antaranya adalah kedua putra beliau Abdullah dan
Shâlih, sepupu beliau Hanbal bin Ishâq, kemudian para ulama hadis
masyhur seperti Imam al-Bukhâry, Imam Muslim, Muhammad bin Ishâq
al-Shaghâny, al-Bazzâr, Abu Zur’ah, Abu Hâtim al-Râzy, Abu Dâwud
al-Sijistâny, Ibnu Syaibah, Ibnu Abi Khaitsamah, Mûsa bin Hârûn,
al-Baghâwy, dll.
Kapasitas Intelektual Imam Ahmad bin Hanbal
Hal yang paling menakjubkan dari sosok Imam Ahmad adalah kapasitas
intelektualnya. Tidak sedikit dari ulama terkemuka yang mengakuinya.
Beberapa komentar ulama mengenai intelektualitas beliau antara lain,
Ahmad bin Sa’îd al-Dârimy mengatakan, “Saya tidak mengetahui apakah ada
orang yang lebih hafal hadis Nabi saw, lebih mengetahui fiqih dan
makna-maknanya, daripada Ahmad bin Hanbal.”
Imam al-Syâfi’i menuturkan, “Saya keluar dari kota Baghdad dan tidak ada
satupun orang yang saya datangi di kota itu yang lebih bertaqwa, lebih wara’ dan lebih faqih daripada Ahmad bin Hanbal.”
Ibnu Râhawayh berkata, “Aku berada satu majelis dengan beberapa ulama
yang di antaranya ada Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Ma’in. Kami
berbincang-bincang, kemudian aku bertanya, “Apa maksud dan tafsiran dari
masalah ini?” Maka semuanya terdiam kecuali Ahmad bin Hanbal.”
Dari segi hafalan, bisa dikatakan beliaulah manusia yang paling banyak
hafalan hadisnya pada masa itu. Abu Zur’ah mengatakan bahwa Imam Ahmad
hafal 1 juta hadis. Ketika ia ditanya oleh Sa’îd bin ‘Amr, “Wahai Abu
Zur’ah, siapa yang lebih kuat hafalannya, engkau atau Ahmad bin Hanbal?”
Ia menjawab, “Tentu Ahmad bin Hanbal” Aku bertanya lagi, “Bagaimana kau
mengetahuinya?” Ia menjawab, “Aku dapati di dalam kitab-kitabnya, bahwa
pada setiap permulaan juz ia tidak menyebutkan nama orang-orang yang
menyampaikan hadis kepadanya, Ia juga menghafal setiap bagian dari
orang-orang yang mendengarkan hadis darinya, dan aku tidak bisa
demikian.”
Bahkan karena begitu takjubnya kepada Imam Ahmad, ‘Aly al-Madîny
mengatakan, “Sesungguhnya Allah swt telah menguatkan agama ini (Islam)
dengan dua orang yang tidak ada padanya yang ketiga, yaitu Abu Bakar
al-Shiddîq pada masa riddah (masa pemurtadan yang terjadi pada kekhalifahan Abu Bakar ra.), dan Ahmad bin Hanbal pada masa mihnah (masa penyiksaan yang dialami oleh Imam Ahmad).”
Mihnah Imam Ahmad bin Hanbal
Mihmah adalah satu fase paling tragis dalam hidup Imam Ahmad bin
Hanbal dan merupakan salah satu ciri kebesaran beliau. Beliau adalah
ulama besar yang membela kebenaran meskipun ditentang oleh para penguasa
pada zaman itu.
Mihnah, diartikan oleh M. M. Azami, dalam bukunya Memahami Ilmu Hadis sebagai
“pengadilan buruk”. Imam Ahmad mengalaminya pada masa kekhalifahan kaum
Mu’tazilah pada masa Dinasti Abbasiyah, yaitu Khalifah Ma’mun,
Mu’tashim dan Watsiq. Mereka menolak keras paham para ahli hadis yang
bertentangan dengan paham Mu’tazilah yang lebih mengarah kepada
rasionalitas (ahlu ra’yi).
Pada kepemimpinan ketiga Khalifah tersebut, Imam Ahmad mendapatkan
perlakuan yang tidak manusiawi. Beliau dipenjarakan dan disiksa hanya
agar beliau mengikuti faham Mu’tazilah. Namun beliau bertahan dengan
keyakinannya dan menerima siksaan dengan tabah dan sabar. Hingga muncul
kepemimpinan Khalifah Mutawakkil yang membela faham para ahli hadis.
Kisah heroik Imam Ahmad ini Insya Allah akan dibahas pada kesempatan yang lain.
Karya-karya Imam Ahmad bin Hanbal
Imam Ahmad bin Hanbal termasuk dari ulama yang memiliki karya-karya yang
banyak dan bernilai monumental. Salah satu karya terbesarnya adalah Musnad Ahmad, yang menghimpun lebih dari 30.000 hadis.
Musnad Ahmad adalah salah satu dari kitab-kitab sumber hadis Nabi saw yang penyusunannya berdasarkan sistem Musnad. Hadis-hadis
di dalamnya tidak digolongkan berdasarkan permasalahan fiqih
sebagaimana kitab sumber pada umumnya seperti Kitab Shahih al-Bukhary,
Shahih Muslim dan kitab-kitab Sunan. Penyusunannya berdasarkan nama-nama sahabat, dimulai dari para Khulafa Al-RasyidinAbu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhum, kemudian sahabat-sahabat lainnya.
Karya-karya Imam Ahmad yang lain di antaranya, kitab al-Tafsir yang di dalamnya memuat 120.000 hadis. Al-Nâsikh
wa al-Mansûkh, al-Târikh, Hadîts Syu’bah, al-Muqaddimah wa al-Muakhirah
fi al-Qur’ân, Jawabât al-Qur’ân, al-Manâsik al-Kabîr wa al-Saghîr,
al-Îmân, al-Asyribah, Nafyu al-Tasybîh, al-Imâmah, al-Radd ‘ala
al-Zanâdiqah, al-Zuhd, al-Risâlah fi al-Shalâh, Fadhâil al-Shahâbah dan al-Farâid.Dari semua kitab beliau tersebut, kitab Musnad-nya lah yang paling masyhur dan paling monumental.
Wafatnya Imam Ahmad bin Hanbal
Shâlih bin Ahmad mengisahkan tentang sakit dan meninggalnya Imam Ahmad.
Ia mengatakan, “Pada awal bulan Rabiul Awwal tahun 241 H, ayahku
terserang penyakit demam pada malam yang ke-empat. Nafas beliau pada
waktu itu sangat keras, Saya tahu penyakit beliau semakin parah hingga
memasuki hari Selasa. Akhirnya, pada hari Jum’at, tanggal 12 bulan
Rabiul Awwal, di waktu siang hari, beliau wafat.”
Sesaat setelah Imam Ahmad wafat, manusia berbondong-bondong datang untuk
menshalati beliau, bahkan sampai-sampai harus disediakan tempat yang
sangat luas untuk shalat jenazah. Jumlah peziarah yang datang mencapai
800.000 laki-laki dan 60.000 wanita. Mereka semua lebur dalam kesedihan
yang begitu dalam.
Demikianlah sepenggal kisah dari sesosok manusia luar biasa. Tak ada
seorangpun yang meragukan kapasitas keshalihan, intelektualitas dan
dedikasinya bagi dunia Islam. Semoga dengan mengetahui kisah beliau,
kita dapat mengambil ibrah dan manfaat, dan semoga akan lahir Ahmad bin Hanbal yang lain yang akan membela agama Islam hingga akhir zaman nanti. Amin.
*Dikutip dari berbagai sumber, diantaranya: Kitab Siyar A’lâm al-Nubalâ’ milik Imam al-Dzahaby (vol. XI: 87, hlm. 177-358); Kitab Târîkh Baghdâd Madinah al-Salâm milik al-Khatîb al-Baghdâdy (vol. VI: 2586, hlm. 90-104); Kitab Tadzkirah al-Huffâdz (vol. II: 438, hlm. 19-20) dan buku milik M. M. Azami, MA, Ph. D., berjudul Memahami Ilmu Hadis, Telaah Metodologi dan Literatur Hadis (Bab III, hlm. 147).
0 comments:
Post a Comment