2 Feb 2015

Biografi Imam Ahmad bin Hanbal

Dunia Islam harus banyak berterima kasih kepada para manusia super yang telah berjuang sekuat tenaga, jiwa dan raga, menegakkan dan memperjuangkan satu-satunya agama yang diridhlai oleh Allah swt, yaitu agama Islam. Yang dimaksud manusia super dalam hal ini adalah para ulama, yang mereka tidak hanya memiliki intelektualitas tinggi namun juga memiliki dedikasi yang luar biasa demi tegaknya agama Islam. Bentuk dari rasa terima kasih tersebut dapat diekspresikan antara lain dengan mengetahui, mengikuti dan meneruskan perjuangan mereka.
Salah satu ulama paling fenomenal yang tercatat dengan tinta emas dalam sejarah Islam adalah Imam Ahmad bin Hanbal. Selain masyhur sebagai ahli hadis, beliau juga menjadi panutan dalam masalah hukum, terbukti beliau adalah salah satu dari empat Imam Madzhab yang sangat terkenal itu. Dalam kesempatan ini, kita akan mencoba untuk mengenal sosok Imam Ahmad bin Hanbal lebih dekat, dari mulai sejarah hidup sampai jejak-jejak intelektualnya. Sebagai salah satu bentuk ekspresi penghargaan kita kepada beliau.
Biografi dan Keluarga Imam Ahmad bin Hanbal
Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilâl bin Asad bin Idrîs bin Abdullah bin Hayyân bin Abdullah bin Anas bin ‘Auf bin Qâsith bin Mâzin bin Syaibân bin Dzuhl bin Tsa’labah bin ‘Ukâbah bin Sha’b bin ‘Aly bin Bakr bin Wâ’il al-Dzuhly al-Syaibâny al-Marwazy al-Baghdâdy.
Ayahnya, Muhammad, berasal dari pinggiran kota Marwa. Ia wafat pada usia muda (kurang lebih 30 tahun). Setelah ayahnya wafat, Ahmad Bin Hanbal kecil diasuh oleh ibunya. Ibunya sendiri bernama Shafiyah binti Maimunah binti Abdul Malik al-Syaibai.
Tentang kelahirannya, putra beliau yang bernama Shâlih menceritakan bahwa beliau dilahirkan pada bulan Rabi’ul Awwal tahun 164 H di kota Baghdad. Konon beliau diboyong dari Marwa ke Baghdad oleh ibunya ketika masih dalam kandungan.
Imam Ahmad menikah pada usia 40 tahun. Beliau menikah beberapa kali karena para istri beliau meninggal dunia. Zuhayr bin Shâlih bin Ahmad, cucu beliau, menceritakan kronologi kisah keluarga beliau dengan cukup rinci. Ia mengatakan, “Kakekku menikah pertama kali dengan ‘Abâsah binti Fadhl dari suku Arab. Dari hasil pernikahan tersebut, mereka hanya mempunyai satu anak yaitu ayahku (Shâlih), kemudian istri beliau meninggal dunia. Lalu beliau menikah lagi dengan Rayhânah, kemudian lahirlah Abdullah, pamanku. Istri beliau yang kedua pun kemudian meninggal dunia. Kemudian beliau menikah lagi dengan Husna dan menghasilkan seorang anak yaitu Zaynab, kemudian lahirlah si Kembar Hasan dan Husayn, namun keduanya meninggal tidak lama setelah dilahirkan. Kemudian lahirlah Hasan, Muhammad, dan Sa’îd.”
Ciri-Ciri Fisik Imam Ahmad bin Hanbal
Imam Ahmad adalah seorang yang berbadan tinggi, berkulit sawo matang dan sangat suka mengecat rambutnya. Abu Dawud mengisakan tentang ciri-ciri fisik beliau. Ia mengatakan, “Saya mendengar ayah saya bercerita tentang Imam Ahmad, beliau mengatakan bahwa Imam Ahmad adalah seorang yang elok parasnya, berbadan tinggi. Ia sangat suka mengecat rambutnya dan ia memiliki jenggot yang hitam.”
Ciri-ciri lain fisik beliau adalah pada kedua daun telinga Imam Ahmad ada lubangnya (tindik). Shâlih putra beliau mengatakan, “Aku mendengar ayahku bercerita bahwa ketika beliau kecil, ibunya melubangi kedua telinganya dan meletakkan perhiasan pada kedua lubang tersebut. Ketika beliau telah tumbuh dewasa, beliau menanggalkannya dan menjualnya seharga 30 dirham.”
Ekspedisi Ilmiah Imam Ahmad bin Hanbal
Imam Ahmad bin Hanbal mendengarkan dan belajar hadis pertama kali saat usianya menginjak 15 tahun, tepatnya di tahun 179 H. Ketika telah dewasa beliau mengatakan sendiri bahwa beliau pertama kali belajar hadis pada tahun wafatnya Imam Mâlik bin Anas dan Hammâd bin Zayd.
Imam Ahmad menuntut ilmu kepada banyak ulama besar di berbagai daerah pada waktu itu. Kota-kota yang pernah beliau singgahi demi menuntut ilmu antara lain adalah Baghdad, Kuffah, Bashrah, Makkah, Madinah, Yaman, Syam (sekarang Syria) dan di sekitar jazirah Arab. Beliau bertolak dari Baghdad ke Kuffah ketika berusia 20 tahun yaitu sekitar tahun 183 H, sedangkan beliau menuju Makkah pada tahun 197 H.
Setiap kali beliau berkunjung ke kota-kota tersebut, beliau selalu mencari ulama-ulama besar dan berbagi ilmu dengan mereka, baik sebagai seorang murid, seorang guru, maupun teman berdiskusi. Para guru beliau yang termasyhur antara lain, Husyaim bin Basyir, al-Khuzâ’iy, Yahya bin Sa’îd al-Qatthân, Bisyr bin Mufaddhal, Abu Dawud al-Thayâlisy, Sufyan bin ‘Uyaynah, Imam al-Syâfi’i, al-Zuhry, Abdul Razzâq, Abu al-Yamân dan ‘Aly bin ‘Ayyâsy. Bahkan para guru beliau yang tercatat dalam Musnad-nya mencapai 280 orang lebih.
Murid-murid beliau di antaranya adalah kedua putra beliau Abdullah dan Shâlih, sepupu beliau Hanbal bin Ishâq, kemudian para ulama hadis masyhur seperti Imam al-Bukhâry, Imam Muslim, Muhammad bin Ishâq al-Shaghâny, al-Bazzâr, Abu Zur’ah, Abu Hâtim al-Râzy, Abu Dâwud al-Sijistâny, Ibnu Syaibah, Ibnu Abi Khaitsamah, Mûsa bin Hârûn, al-Baghâwy, dll.
Kapasitas Intelektual Imam Ahmad bin Hanbal
Hal yang paling menakjubkan dari sosok Imam Ahmad adalah kapasitas intelektualnya. Tidak sedikit dari ulama terkemuka yang mengakuinya. Beberapa komentar ulama mengenai intelektualitas beliau antara lain,
Ahmad bin Sa’îd al-Dârimy mengatakan, “Saya tidak mengetahui apakah ada orang yang lebih hafal hadis Nabi saw, lebih mengetahui fiqih dan makna-maknanya, daripada Ahmad bin Hanbal.”
Imam al-Syâfi’i menuturkan, “Saya keluar dari kota Baghdad dan tidak ada satupun orang yang saya datangi di kota itu yang lebih bertaqwa, lebih wara’ dan lebih faqih daripada Ahmad bin Hanbal.”
Ibnu Râhawayh berkata, “Aku berada satu majelis dengan beberapa ulama yang di antaranya ada Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Ma’in. Kami berbincang-bincang, kemudian aku bertanya, “Apa maksud dan tafsiran dari masalah ini?” Maka semuanya terdiam kecuali Ahmad bin Hanbal.”
Dari segi hafalan, bisa dikatakan beliaulah manusia yang paling banyak hafalan hadisnya pada masa itu. Abu Zur’ah mengatakan bahwa Imam Ahmad hafal 1 juta hadis. Ketika ia ditanya oleh Sa’îd bin ‘Amr, “Wahai Abu Zur’ah, siapa yang lebih kuat hafalannya, engkau atau Ahmad bin Hanbal?” Ia menjawab, “Tentu Ahmad bin Hanbal” Aku bertanya lagi, “Bagaimana kau mengetahuinya?” Ia menjawab, “Aku dapati di dalam kitab-kitabnya, bahwa pada setiap permulaan juz ia tidak menyebutkan nama orang-orang yang menyampaikan hadis kepadanya, Ia juga menghafal setiap bagian dari orang-orang yang mendengarkan hadis darinya, dan aku tidak bisa demikian.”
Bahkan karena begitu takjubnya kepada Imam Ahmad, ‘Aly al-Madîny mengatakan, “Sesungguhnya Allah swt telah menguatkan agama ini (Islam) dengan dua orang yang tidak ada padanya yang ketiga, yaitu Abu Bakar al-Shiddîq pada masa riddah (masa pemurtadan yang terjadi pada kekhalifahan Abu Bakar ra.), dan Ahmad bin Hanbal pada masa mihnah (masa penyiksaan yang dialami oleh Imam Ahmad).
Mihnah Imam Ahmad bin Hanbal
Mihmah adalah satu fase paling tragis dalam hidup Imam Ahmad bin Hanbal dan merupakan salah satu ciri kebesaran beliau. Beliau adalah ulama besar yang membela kebenaran meskipun ditentang oleh para penguasa pada zaman itu.
Mihnah, diartikan oleh M. M. Azami, dalam bukunya Memahami Ilmu Hadis sebagai “pengadilan buruk”. Imam Ahmad mengalaminya pada masa kekhalifahan kaum Mu’tazilah pada masa Dinasti Abbasiyah, yaitu Khalifah Ma’mun, Mu’tashim dan Watsiq. Mereka menolak keras paham para ahli hadis yang bertentangan dengan paham Mu’tazilah yang lebih mengarah kepada rasionalitas (ahlu ra’yi).
Pada kepemimpinan ketiga Khalifah tersebut, Imam Ahmad mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi. Beliau dipenjarakan dan disiksa hanya agar beliau mengikuti faham Mu’tazilah. Namun beliau bertahan dengan keyakinannya dan menerima siksaan dengan tabah dan sabar. Hingga muncul kepemimpinan Khalifah Mutawakkil yang membela faham para ahli hadis. Kisah heroik Imam Ahmad ini Insya Allah akan dibahas pada kesempatan yang lain.
 Karya-karya Imam Ahmad bin Hanbal
Imam Ahmad bin Hanbal termasuk dari ulama yang memiliki karya-karya yang banyak dan bernilai monumental. Salah satu karya terbesarnya adalah Musnad Ahmad, yang menghimpun lebih dari 30.000 hadis.
Musnad Ahmad adalah salah satu dari kitab-kitab sumber hadis Nabi saw yang penyusunannya berdasarkan sistem Musnad. Hadis-hadis di dalamnya tidak digolongkan berdasarkan permasalahan fiqih sebagaimana kitab sumber pada umumnya seperti Kitab Shahih al-Bukhary, Shahih Muslim dan kitab-kitab Sunan. Penyusunannya berdasarkan nama-nama sahabat, dimulai dari para Khulafa Al-RasyidinAbu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhum, kemudian sahabat-sahabat lainnya.
Karya-karya Imam Ahmad yang lain di antaranya, kitab al-Tafsir yang di dalamnya memuat 120.000 hadis. Al-Nâsikh wa al-Mansûkh, al-Târikh, Hadîts Syu’bah, al-Muqaddimah wa al-Muakhirah fi al-Qur’ân, Jawabât al-Qur’ân, al-Manâsik al-Kabîr wa al-Saghîr, al-Îmân, al-Asyribah, Nafyu al-Tasybîh, al-Imâmah, al-Radd ‘ala al-Zanâdiqah, al-Zuhd, al-Risâlah fi al-Shalâh, Fadhâil al-Shahâbah dan al-Farâid.Dari semua kitab beliau tersebut, kitab Musnad-nya lah yang paling masyhur dan paling monumental.
Wafatnya Imam Ahmad bin Hanbal
Shâlih bin Ahmad mengisahkan tentang sakit dan meninggalnya Imam Ahmad. Ia mengatakan, “Pada awal bulan Rabiul Awwal tahun 241 H, ayahku terserang penyakit demam pada malam yang ke-empat. Nafas beliau pada waktu itu sangat keras, Saya tahu penyakit beliau semakin parah hingga memasuki hari Selasa. Akhirnya, pada hari Jum’at, tanggal 12 bulan Rabiul Awwal, di waktu siang hari, beliau wafat.”
Sesaat setelah Imam Ahmad wafat, manusia berbondong-bondong datang untuk menshalati beliau, bahkan sampai-sampai harus disediakan tempat yang sangat luas untuk shalat jenazah. Jumlah peziarah yang datang mencapai 800.000 laki-laki dan 60.000 wanita. Mereka semua lebur dalam kesedihan yang begitu dalam.
Demikianlah sepenggal kisah dari sesosok manusia luar biasa. Tak ada seorangpun yang meragukan kapasitas keshalihan, intelektualitas dan dedikasinya bagi dunia Islam. Semoga dengan mengetahui kisah beliau, kita dapat mengambil ibrah dan manfaat, dan semoga akan lahir Ahmad bin Hanbal yang lain yang akan membela agama Islam hingga akhir zaman nanti. Amin.
*Dikutip dari berbagai sumber, diantaranya: Kitab Siyar A’lâm al-Nubalâ’ milik Imam al-Dzahaby (vol. XI: 87, hlm. 177-358); Kitab Târîkh Baghdâd Madinah al-Salâm milik al-Khatîb al-Baghdâdy (vol. VI: 2586, hlm. 90-104); Kitab Tadzkirah al-Huffâdz (vol. II: 438, hlm. 19-20) dan buku milik M. M. Azami, MA, Ph. D., berjudul Memahami Ilmu Hadis, Telaah Metodologi dan Literatur Hadis (Bab III, hlm. 147).

0 comments:

Post a Comment