Soal :
Bolehkah secara syar’i pelaksanaan hudud Allah SWT di muka bumi
dilakukan oleh kelompok milisi atau individu dalam kondisi tidak adanya
Daulah Khilafah?
Jawab:
Pelaksanaan had (sanksi hukum) merupakan keputusan pengadilan setelah
adanya pembuktian yang sah secara syar’i. Pengadilan merupakan lembaga
yang berfungsi menyampaikan keputusan yang bersifat mengikat. Predikat
mengikat ini berarti ada kekuatan yang mengikat para pihak yang
bersengketa agar terikat dengan keputusan tersebut. Kekuatan ini adalah
kekuasaan (negara), yakni penguasa yang menegakkan syariah Allah dan
mengharuskan kaum Muslim dengan hukum-hukum ini.
Karena itu, hudud tidak bisa diterapkan, kecuali oleh penguasa yang
menegakkan syariah Allah. Adapun dalilnya adalah sebagai berikut:
1. Dalil-dalil mujmal.
Di antaranya adalah firman Allah SWT tentang hukum cambuk bagi pezina (QS an-Nur [24]: 2), hukum potong tangan bagi pencuri (QS
al-Maidah [5]: 38) dan hukum cambuk bagi mereka yang menuduh wanita
baik-baik berzina tanpa bisa mengajukan empat orang saksi (QS an-Nur
[24]: 4).
Selain itu, ada sejumlah riwayat yang menjadi alasan. Nabi saw. pernah bersabda:
مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ
Siapa yang mengganti agamanya, bunuhlah dia (HR al-Bukhari).
Rasulullah saw. pernah bersabda:
خُذُوا عَنِّي، خُذُوا عَنِّي، قَدْ جَعَلَ اللهُ لَهُنَّ
سَبِيلًا، الْبِكْرُ بِالْبِكْرِ جَلْدُ مِائَةٍ وَنَفْيُ سَنَةٍ،
وَالثَّيِّبُ بِالثَّيِّبِ جَلْدُ مِائَةٍ، وَالرَّجْمُ
Ambillah dariku, ambillah dariku. Sungguh, Allah telah menjadikan
untuk mereka jalan: gadis dengan jejaka seratus kali dera dan
pengasingan satu tahun; janda dengan duda dicambuk seratus kali dera dan
rajam (HR Muslim).
Rasulullah saw. pernah bersabda:
مَنْ شَرِبَ الخَمْرَ فَاجْلِدُوهُ…
Siapa yang meminum khamr, cambuklah dia (HR at-Tirmidzi).
Ini adalah dalil-dalil mujmal (global) yang mewajibkan
penerapan hudud dan ‘uqubat. Dalil-dalil ini tidak menjelaskan siapa
yang melaksanakan ‘uqubat dan bagaimana caranya.
2. Dalil-dalil mujmal (global) itu, sebagaimana yang berlaku dalam ketentuan ushul, membutuhkan penjelasan.
Batasannya adalah sesuai dengan penjelasan dalil mujmal (global) ini.
Dalam hal ini, Rasul saw. telah menjelaskan dalam hadis-hadisnya yang
mulia mengenai ke-mujmal-an ini. Ijmak Sahabat ra. pada masa
Khulafaur-Rasyidin juga telah menjelaskan dengan gamblang,
bahwa‘uqubat ini dilaksanakan oleh penguasa dengan tatacara yang telah
dijelaskan dalam nas-nas syariah.
Di antara nas-nas yang menjelaskan dalil mujmal di atas adalah: Pertama, firman Allah SWT:
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ
اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ
عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ
Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang
telah Allah turunkan. Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.
Berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan
kamu dari sebagian apa yang telah Allah turunkan kepada kamu.(QS
al-Maidah [5]: 49).
Ayat yang mulia ini maupun ayat-ayat lainnya memberikan pemahaman
tentang topik ini: menjelaskan bahwa Rasul saw. adalah pihak yang
diberi taklif (kewajiban) untuk melaksanakan hukum ini. Seruan kepada
Rasul saw. dalam memutuskan perkara (hukum) merupakan seruan kepada
setiap penguasa yang memutuskan perkara dengan Islam, yaitu para
penguasa setelah Rasul saw. Ini berdasarkan kaidah ushul yang
menyatakan, bahwa seruan kepada Rasul juga merupakan seruan untuk
umatnya, sebagaimana ketentuan yang berlaku. Dalam masalah pemerintahan,
seruan itu berlaku untuk para khalifah setelah beliau selama tidak ada
dalil yang mengkhususkan. Di sini tidak ada dalil yang mengkhususkan
itu. Dengan begitu, pihak yang menerapkan hukum-hukum ini tak lain
adalah penguasa yang memutuskan dengan hukum Islam.
Kedua, hadis-hadis Rasul saw yang menjelaskan, bahwa pelaku dosa yang
wajib dikenaihad telah dihadapkan kepada Rasul saw. untuk dihukum oleh
beliau. Imam Muslim telah mengeluarkan hadis dari Anas bin Malik:
أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أُتِيَ بِرَجُلٍ قَدْ
شَرِبَ الْخَمْرَ، فَجَلَدَهُ بِجَرِيدَتَيْنِ نَحْوَ أَرْبَعِينَ، قَالَ:
وَفَعَلَهُ أَبُو بَكْرٍ، فَلَمَّا كَانَ عُمَرُ اسْتَشَارَ النَّاسَ،
فَقَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ: أَخَفَّ الْحُدُودِ ثَمَانِينَ، «فَأَمَرَ
بِهِ عُمَرُ
Kepada Nabi saw. pernah didatangkan seorang laki-laki yang telah
minum khamr. lalu beliau mendera dia dengan dua buah tongkat sekitar
empat puluh kali. Anas bin Malik berkata, “Itu juga dilakukan oleh Abu
Bakar.” Ketika Umar meminta masukan kepada masyarakat, Abdurrahman
berkata: hudud (peminum khamr) yang paling ringan delapan puluh kali.”
Lalu Umar memerintahkan hal itu (HR Muslim).
Amal dilakukan berdasarkan ini menurut ahlul ilmi dari kalangan sahabat Nabi saw. dan selain mereka.
Al-Baihaqi juga telah mengeluarkan hadis dari Abu Hurairah dan Zaid bin Khalid:
أَنَّ رَجُلاً ذَكَرَ أَنَّ ابْنَهُ زَنَا بِامْرَأَةِ
رَجُلٍ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: لَأَقْضِيَنَّ
بَيْنَكُمَا بِكِتَابِ اللهِ، فَجَلَدَ ابْنَهُ مِائَةً وَغَرَّبَهُ
عَامًا، وَأَمَرَ أُنَيْسًا أَنْ يَغْدُوَ عَلَى امْرَأَةِ اْلآخَرِ،
فَإِنِ اعْتَرَفَتْ رَجَمَهَا، فَاعْتَرَفَتْ، فَرَجَمَهَا
Seorang laki-laki menyatakan kepada Nabi saw. bahwa anaknya berzina
dengan istri seorang laki-laki. Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh, aku
memutuskan di antara kalian berdua dengan Kitabullah.” Beliau lalu
mencambuk anak laki-laki itu seratus kali dera dan mengasingkan dia satu
tahun. Beliau juga memerintahkan Unais agar menemui wanita yang lain
itu. Jika ia mengaku maka Unais harus merajam dia. Wanita itu lalu
mengakui perbuatannya sehingga Unais pun merajam dia (HR al-Baihaqi).
An-Nasai juga mengeluarkan riwayat serupa. Abu Dawud juga telah
mengeluarkan riwayat dalam Sunan-nya dari Shafwan bin Umayyah yang
berkata: Aku tidur di masjid. Aku memiliki baju seharga tiga puluh
dirham. Lalu datang seorang laki-laki dan ia mengambilnya dariku. Lalu
laki-laki itu ditangkap dan didatangkan kepada Rasulullah saw. Beliau
kemudian memerintahkan agar dia dipotong tangannya. Aku pun datang dan
berkata, “Apakah engkau akan memotong tangannya karena tiga puluh
dirham, aku jual dan aku berikan harganya?”Rasulullah saw. pun bersabda:
فَهَلاَّ كَانَ هَذَا قَبْلَ أَنْ تَأْتِيَنِي بِهِ
Mengapa hal ini tidak sebelum engkau bawa dia kepadaku? (HR an-Nasa’i).
3. Banyak kejadian pada masa Khulafaur-Rasyidin yang
menunjukkan bahwa pelaku dosa yang wajib dijatuhi had dibawa ke hadapan
Khalifah atau wakilnya untuk ditegakkan had atas dirinya.
Abu Dawud ath-Thayalisi telah mengeluarkan riwayat di dalam Musnad-nya dari Hudhayn Abiy Sasan ar-Raqasyi yang berkata:
حَضَرْتُ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
وَأُتِيَ بِالْوَلِيدِ بْنِ عُقْبَةَ قَدْ شَرِبَ الْخَمْرَ وَشَهِدَ
عَلَيْهِ حُمْرَانُ بْنُ أَبَانَ وَرَجُلٌ آخَرُ فَقَالَ عُثْمَانُ
لِعَلِيٍّ: «أَقِمْ عَلَيْهِ الْحَدَّ…
Aku pernah mendatangi Khalifah Utsman bin Affan ra. dan kepada dia
didatangkan Walid bin ‘Uqbah. Dia telah minum khamar yang disaksikan
oleh Humran bin Aban dan seorang laki-laki lain. Khalifah Utsman ra.
berkata kepada Ali, “Tegakkan had atas dirinya.” (HR Abu Dawud).
Imam Ahmad juga telah mengeluarkan riwayat di dalam Musnad-nya dari Abdullah bin Qais Abu Musa al-Asy’ari:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم بَعَثَهُ عَلَى الْيَمَنِ،
ثُمَّ أَتْبَعَهُ مُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ، فَلَمَّا قَدِمَ عَلَيْهِ قَالَ:
انْزِلْ وَأَلْقَى لَهُ وِسَادَةً، فَإِذَا رَجُلٌ عِنْدَهُ مُوثَقٌ قَالَ:
مَا هَذَا؟ قَالَ: كَانَ يَهُودِيًّا فَأَسْلَمَ، ثُمَّ رَاجَعَ دِينَهُ
دِينَ السَّوْءِ فَتَهَوَّدَ. قَالَ: لَا أَجْلِسُ حَتَّى يُقْتَلَ قَضَاءُ
اللهِ وَرَسُولِهِ ثَلَاثَ مِرَارٍ، فَأَمَرَ بِهِ فَقُتِلَ
Rasulullah saw. pernah mengutus dirinya ke Yaman. Kemudian disusul
oleh Muadz bin Jabal. Ketika Muadz datang kepada dirinya, ia berkata,
“Buatkan dan berikan kepada dia bangku.” Ternyata ada seorang laki-laki
diikat di dekat Abu Musa. Muadz berkata, “Ini apa?” Abu Musa berkata,
“Ia dulu seorang Yahudi, lalu masuk Islam, kemudian dia kembali ke
agamanya, agama keburukan, sehingga ia kembali menjadi Yahudi.” Muadz
berkata, “Aku tidak akan duduk hingga dia dibunuh sebagai keputusan
Allah dan Rasul-Nya.” Ia berkata demikian sebanyak tiga kali.” Lalu Abu
Musa memerintahkan agar laki-laki itu dibunuh dan dia akhirnya
dibunuh(HR Ahmad).
Ringkasnya, sebagaimana dalil khusus menjadi penentu dalil umum dan
yang muqayadmenjadi penentu dalil mutlak, sebagaimana kaidah ushul,
begitu juga dalil yang mubayyanmenjadi penentu dalil mujmal. Karena itu
bisa disimpulkan, bahwa pihak yang melaksanakanhudud adalah penguasa
yang memerintah dengan hukum Islam, yakni seorang imam/khalifah.
4. Ada pendapat sebagian ulama mu’tabar dalam perkara ini.
Ibn Taymiyah berpendapat, “Allah menyeru kaum Mukmin dengan hudud dan
hak-hak sebagai seruan yang bersifat mutlak seperti firman-Nya:
“Pencuri laki-laki dan pencuri perempuan, potonglah….” Namun,
sebagaima-na dimaklumi, pihak yang diseru di sini secara riil harus
mampu melaksanakannya. Adapun orang yang tidak mampu, dia tidak
wajib…Kemammpuan di sini adalah kekuasaan. Karena itu pelaksanaan hudud
ini wajib bagi pihak yang memiliki kekuasaan dan wakilnya.”
Al-Qurthubi berkata, “Tidak ada perbedaan, bahwa pihak yang diseru
(al-mukhathab) dalam perkara ini (al-hudud) adalah Imam (Khalifah) dan
orang yang mewakilinya.”
Imam asy-Syafi’iy berkata, “Tidak boleh menegakkan had terhadap orang
merdeka kecuali Imam (Khalifah) dan orang yang mendapat pendelegasian
dari Imam (Khalifah).”
Ibn Qudamah juga berkata, “Tidak boleh seorang pun menegakkan had kecuali Imam (Khalifah) atau wakilnya.” [KH. Hafidz Abdurrahman]
0 comments:
Post a Comment