إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) syirik dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki”. (An-Nisa[4]: 48,116).
Definisi
Syirk (شرك) berasal dari kata شَرِكَ – يَشْرَكُ – شرِكًا yang berarti: menjadi sekutu baginya, memberikan bagian untuknya baik sedikit ataupun banyak di dalam dzat, atau makna[1].
Syirik memiliki beberapa tingkatan, dan kesemuanya
tercela, yakni syirk al akbar (besar) & syirk al ashghor (kecil).
Sedangkan dari sisi apakah dapat diketahui manusia lain ada syirk adz
dzôhir/jâliy (jelas), syirk al khofy(tersembunyi) [2].
Syirk adz Dzôhir
Syirik yang terjadi dalam perbuatan secara jelas bisa
dilihat manusia, semisal menyembah berhala, menyembelih hewan untuk
selain Allah dll. Ini terkategori juga sebagai syirk al akbar (besar)
Syirk al Khofy
Yakni syirik yang manusia tidak mengetahuinya, karena
tersembunyi dalam hati. Seperti riya’ (pamer) dan sum’ah (ingin
didengar org). Riya’ bisa masuk dalam kategori syirik al akbar jika
amalnya hanya untuk manusia, bukan untuk Allah, ia lakukan kalau dilihat
manusia, kalau tidak dilihat maka ia tidak lakukan. Namun jika amalnya
untuk Allah namun ia mengharap juga pujian manusia maka termasuk syirik
al ashghar[3].
Begitu juga bersumpah dengan selain nama Allah adalah syirik ashghar,
tetapi jika yang bersumpahnya itu dengan keyakinan bahwa yang dia pakai
untuk sumpah itu menyamai keagungan Allah maka ini termasuk syirk al
akbar.
Syirik al Akbar
Yakni menjadikan tandingan bagi Allah dalam hal
‘uluhiyyah atau ‘ibadah, inilah yang dimaksud dalam surah An-Nisa[4]:
48,116 diatas, mengakibatkan pelakunya ke luar dari agama Islam, serta
kekal selama-lamanya dalam neraka bila tidak taubat darinya.
Syirik al Ashghar
Setiap ucapan atau perbuatan yang dinyatakan syirik
oleh syara’ tetapi tidak mengeluarkan dari agama, seperti riya’, yaitu
seseorang yang shalat karena Allah akan tetapi dia
menghiasinya/membaguskanya supaya dilihat manusia, atau seseorang
berinfaq untuk taqarub kepada Allah tetapi dia juga menginginkan pujian
manusia.
Syirik ada dalam banyak hal, diantaranya adalah[4]:
1. Syirk al Istiqlâl, yakni menetapkan adanya dua Tuhan atau lebih yg mereka saling bebas.
2. Syirk at Tab’idh, yakni menetapkan bahwa Tuhan terbagi-bagi.
3. Syirk at Taqrîb, yakni beribadah kepada selain Allah untuk mendekatkan diri kepada Allah, seperti generasi awal zaman jahiliyyah.
4. Syirk at Taqlid, yakni beribadah kepada selain Allah karena ikut orang lain.
5. Berhukum dengan selain yg diturunkan Allah dan menghalalkannya. Karena firman Allah:
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ
Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah (QS. At Taubah : 31)
Ady bin Hatim berkata:
يارسول الله انهم لم يكونوا يعبدونهم
Wahai Rasulullah mereka (nashrany) tidaklah menyembah mereka (rahib).
Maka Rasul menjawab:
اجل ولكن يحلون لهم ما حرم الله فيستحلونه ويحرمون عليهم ما احل الله فيحرمونه فتلك عبادتهم لهم
Benar, akan tetapi mereka (rahib dan org alimnya)
menghalalkan apa-apa yang diharamkan Allah maka mereka (nashrany)
menghalalkannya, dan mereka mengharamkan apa yang dihalalkan Allah maka
mereka (nashrany) mengharamkannya pula, itulah penyembahan mereka
(nashrany) kepada mereka (rahib dan org alimnya) [HR. Al Baihaqi, juga diriwayatkan oleh at Tirmidzi dengan sanad Hasan]
6. Syirk al Aghrôdh, yakni ber’amal untuk selain Allah.
7. Syirk al Asbâb, yakni menyandarkan akibat hanya kepada sebab-sebab kebiasaan[5].
Bahaya Syirik
Semua jenis syirik diatas adalah haram, syirik pertama sampai kelima menyebabkan kekufuran pelakunya tanpa ada khilafiyah[6].
Sedangkan yang ke-6, yakni beramal untuk selain Allah maka merupakan
kemaksiyatan tanpa menyebabkan kekufuran, kecuali kalau berimannya juga
karena manusia. Adapun yang ke-7, jika ia menetapkan bahwa akibat itu
terjadi karena sebab alami (tanpa ketentuan Allah) maka diceritakan
(حُكِيَ) bahwa ijma’ menghukuminya kafir, adapun jika ditetapkan bahwa
Allah telah memberikan kekuatan kepada sebab tersebut untuk menghasilkan
akibat (yang sama sekali terlepas dari Allah) maka ia fâsiq[7].
Namun ini bukan berarti kita harus mengabaikan sebab-sebab dalam meraih
hasil. Kewajiban kita adalah seoptimal mungkin melakukan sebab-sebab
yang biasanya mengantarkan kepada hasil, dengan keyakinan dan sandaran
bahwa Allahlah yang memudahkan tercapainya hasil tersebut.
Mewaspadai Syirik Masa Kini
Tanpa bermaksud meninggalkan pembahasan jenis kesyirikan yang lain[8],
jenis kesyirikan ke-5 sekarang tersebar luas, bahkan banyak yang bangga
melaksanakannya. Ketika seseorang sudah tidak mau berhukum dengan yg
diturunkan Allah dan menetapkan bahwa ada hukum yang lebih baik daripada
hukum-Nya, sesungguhnya ia telah menjadi hamba kepada selain-Nya[9].
Ada yang menjadi hamba hawa nafsunya, sebagaimana firman Allah:
أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا
Terangkanlah kepadaku tentang orang yang
menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat
menjadi pemelihara atasnya? (QS. Al Furqan: 43)
Tentang ayat ini Al Hasan berkata:
لَا يَهْوَى شَيْئًا إِلَّا اِتَّبَعَهُ
“ tidaklah mereka menyukai sesuatu melainkan mereka akan mengikutinya”[10]
Bagi penghamba hawa nafsu, manfa’at dan kesenangan
duniawi adalah tolok ukurnya, sesuatu akan dipandang baik asalkan
bermanfaat menurut pandangannya. Bagi negara yang memakai tolok ukur ini
lokalisasi perjudian, pelacuran, menjamurnya pabrik miras dan
pornografi dianggap hal biasa.
Ada yang menghamba pada suara mayoritas, apa yang
sudah menjadi tradisi masyarakat akan dikatakan sebagai kebaikan. Suara
mayoritas dianggap sebagai suara ‘tuhan’, yang akibatnya justru firman
Tuhan banyak yang dilecehkan, aturan syari’at dipinggirkan hanya karena
tidak didukung suara mayoritas. Inilah yang oleh yahudi Barat disebut
dengan demokrasi.
Syirik apapun jenisnya merupakan musibah besar,
musibah yang tidak hanya mengancam kehidupan dunia, namun juga
mencelakakan pelakunya di kehidupan akhirat kelak. Bukan hanya mengancam
kehidupan muslim, namun juga umat manusia apapun keyakinannya.
Dalam kehidupan dunia, ketika menganggap aturan
manusia lebih layak diterapkan, kita menyaksikan hancurnya peradaban
manusia saat ini. Di Indonesia, jumlah orang stress terus meningkat, 26
juta penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa[11], 2,5 juta tertampung di rumah sakit jiwa[12],
50 ribu orang Indonesia bunuh diri antara tahun 2005 – 2007, belum
termasuk 40 orang tiap hari yg mati akibat overdosis narkoba[13],
jutaan bayi diaborsi tiap tahun, sementara di negeri lain umat Islam
juga masih banyak yang dibunuhi, dilecehkan kehormatannya, dan dihina
keyakinannya. Amerika, saat ini juga mengalami nasib yg sama, negeri ini
tenggelam dalam krisis utang besar di atas 90% dari PDB[14], utang luar negeri Amerika sudah 13 trilyun dolar AS[15],
(= Rp. 117.000 trilyun, dengan kurs 1 dolar = 9 ribu), sekitar 60 kali
lipat utang Indonesia, kondisi yg lebih parah daripada apa pun yang
negara itu pernah alami sejak era The Great Depression (malaise,
1930). Departemen Pertanian AS menyatakan bahwa sekitar 50 juta orang
Amerika tidak mampu membayar makanan yang cukup di tahun 2009.
Di akhirat, pelaku syirik jika tidak bertaubat
sebelum mati, maka Allah tidak akan mengampuninya (An-Nisa: 48,116). Dan
tiada kecelakaan yang lebih besar daripada kecelakaan diakhirat.
إِنَّ أَهْوَنَ أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَرَجُلٌ تُوضَعُ فِي أَخْمَصِ قَدَمَيْهِ جَمْرَةٌ يَغْلِي مِنْهَا دِمَاغُهُ
Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan
siksanya adalah seseorang yang diletakkan bara di lekukan kedua telapak
kakinya yg otaknya mendidih karenanya (HR. Bukhory)
Hati-Hati Menuduh Syirik
Mengingat besarnya bahaya syirik, dan samarnya
sebagian syirik, maka kita patut berhati-hati, baik dari syirik yg besar
yang mengakibatkan kekal di neraka, maupun syirik kecil yang merusak
amal kita.
Kita juga dituntut untuk merubah kemunkaran, dan ini Rasulullah kaitkan dengan keimanan:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
"Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran
hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya. jika tidak
mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan, jika tidak mampu juga,
hendaklah ia mencegahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman." (HR. Muslim)
Namun walaupun begitu perlu berhati-hati dalam
menuduh orang lain sebagai pelaku kemusyrikan, kemudian kita terapkan
hadits diatas, karena tuduhan itu bisa kembali kepada penuduh. Hudzaifah
r.a berkata: "Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ مَا أَتَخَوَّفُ عَلَيْكُمْ رَجُلٌ قَرَأَ الْقُرْآنَ حَتَّى إِذَا رُئِيَتْ بَهْجَتُهُ عَلَيْهِ، وَكَانَ رِدْئاً لِلإِسْلاَمِ، غَيَّرَهُ إِلىَ مَا شَاءَ اللهُ، فَانْسَلَخَ مِنْهُ وَنَبَذَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ، وَسَعَى عَلىَ جَارِهِ بِالسَّيْفِ، وَرَمَاهُ بِالشِّرْكِ، قُلْتُ : يَا نَبِيَّ اللهِ، أَيُّهُمَا أَوْلىَ بِالشِّرْكِ ، الْمَرْمِيُّ أَمِ الرَّامِيْ ؟ قَالَ : بَلِ الرَّامِيْ
"Sesungguhnya sesuatu yang aku takutkan atas
kalian adalah seorang laki-laki yang membaca al-Qur’an, sehingga setelah
ia kelihatan indah karena al-Qur’an dan menjadi penolong agama Islam,
ia merubahnya pada apa yang telah menjadi kehendak Allah. Ia melepaskan
dirinya dari al-Qur’an, melemparnya ke belakang dan menyerang
tetangganya dengan pedang dengan alasan telah syirik." Aku bertanya: "Wahai Nabi Allah, siapakah di antara keduanya yang lebih berhak menyandang kesyirikan, yang dituduh syirik atau yang menuduh?" Beliau menjawab: "Justru orang yang menuduh syirik [yang lebih berhak menyandang kesyirikan]." (HR. Abu Nu’aim, Al Bazzar dengan sanad hasan, lihat silsilah ash shahîhah). Allahu A’lam [https://mtaufiknt.wordpress.com]
0 comments:
Post a Comment